Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bertualang di Wadi Rum

Kompas.com - 09/05/2013, 20:08 WIB

KALAU mendengar Timur Tengah, salah satu hal yang terlintas di benak adalah padang gurun. Hamparan tanah berpasir, tanpa tanaman, tanpa air, dengan sengatan sinar matahari yang rasanya hanya berjarak sejengkal dari kepala. Pada awal musim panas saja, suhunya bisa mencapai 43 derajat celsius.

Jordania, salah satu negara di kawasan Timur Tengah, juga memiliki beberapa padang pasir yang menarik untuk dikunjungi. Salah satunya adalah Wadi Rum. Wadi Rum merupakan salah satu tempat wisata yang wajib dikunjungi di Jordania selain Petra dan Laut Mati. Luasnya sekitar 720 kilometer persegi.

Wadi berarti lembah. Wadi Rum terletak di Jordania bagian selatan sekitar 60 kilometer dari Teluk Aqaba yang indah. Jalan menuju ke Wadi Rum dapat ditempuh melalui jalan bebas hambatan mulus yang membelah padang gurun.

Setibanya di Pusat Pengunjung Wadi Rum, beberapa waktu lalu, kami memilih jip yang akan membawa berkelana menyusuri padang gurun. Sebagian besar merupakan jip kabin ganda. Adapun di bak belakangnya diberi tempat duduk pada kedua sisi. Setiap sisi dapat memuat tiga orang.

Untuk mengurangi panas menyengat, pada keempat ujung jip diberi tiang-tiang besi tua yang berfungsi sebagai penyangga atap. Atap itu terbuat dari kain terpal seadanya, ada yang sobek atau dekil. Selain jip, tersedia juga kendaraan lain, kendaraan tradisional yang sudah digunakan sejak dahulu kala, yaitu unta.

Dari Pusat Pengunjung, jip melaju di jalan aspal mulus di antara gunung-gunung batu berwarna merah kecoklatan. Sinar matahari membuat gunung-gunung batu itu berkilat-kilat. Tiba-tiba sopir membanting setir dan jip keluar dari jalan beraspal. Tubuh terasa terguncang-guncang. Debu-debu beterbangan di kanan kiri jip. Beruntung kaca mata hitam dan penutup kepala dapat dimanfaatkan untuk menangkal debu agar tidak singgah di mata dan hidung.

Jip membawa kami menuju ke sebuah bukit batu. Di salah satu tebing batu itu terdapat tulisan purba yang sebenarnya merupakan gambar kuda, unta, dan manusia. Untuk melihat tulisan tersebut, kita harus memanjat tebing batu dengan ketinggian sekitar 2 meter. Lebar jalannya kurang dari 50 sentimeter dan licin. Konon, tulisan ini sudah berusia 4.000 tahun.

Di Wadi Rum terdapat pula kuil kuno yang dibangun oleh orang Nabat, suku yang juga membangun kota batu di Petra. Ada juga Jembatan Batu Umm Fruth, sebuah batu yang menghubungkan dua bukit batu menjadi satu. Tidak hanya dapat dipandang dari kejauhan, tempat ini juga dapat didaki jika kondisi badan sehat walafiat.

Bagi pencinta olahraga panjat tebing, kawasan padang pasir bergunung batu ini merupakan tempat yang menantang untuk ditaklukkan. Tidak perlu repot membawa peralatan karena kita dapat menyewanya di sini.

Warga setempat

Wadi Rum juga merupakan rumah bagi suku Bedouin yang hingga kini masih tinggal secara seminomaden. Mereka tinggal di tenda-tenda di beberapa kawasan Wadi Rum. Setelah Wadi Rum berkembang menjadi tempat wisata, banyak orang Bedouin menjadi pemandu wisata serta penunjuk jalan bagi para pemanjat tebing. Sebagian dari mereka menggantungkan hidupnya dari pariwisata di Wadi Rum.

Mereka juga menyediakan penginapan bagi turis di Wadi Rum. Jangan membayangkan kamar mewah dengan penyejuk udara dan telepon. Kamar yang ditawarkan adalah tenda-tenda yang hanya berisi tempat tidur. Beberapa tenda dilengkapi dengan lemari kecil. Biayanya mulai dari sekitar Rp 350.000 semalam. Kamar mandinya tentu di luar tenda. Walaupun panas menyengat pada siang hari, temperatur di gurun dapat turun drastis hingga 19 derajat di malam hari pada musim panas.

Pada malam hari, mereka juga menyiapkan makan yang sudah dua jam ditanam di bawah pasir. Biasanya mereka memasak daging domba muda atau ayam yang disebut zarb. Setelah dicampur rempah-rempah yang katanya rahasia, mereka memasukkan daging ke dalam tong tertutup. Tong tersebut dibenamkan di bawah pasir gurun berisi bara api. Setelah dua jam dan diperkirakan daging menjadi empuk, seorang petugas dapur mengambil sekop lalu mengeluarkan daging dari dalam tong. Harum daging langsung menyebar. Hidangan itu disantap bersama seraya menikmati bintang dan terpaan angin gurun. (A Joice Tauris Santi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com